Selasa, 18 Juni 2013

From Continous Improvement to Continous Innovation

Kita sudah sering mendengar dan akrab dengan terminologi “continous improvement” atau “kaizen” (dipopulerkan melalui buku yang ditulis oleh Masaaki dengan judul kaizen: the key to japan’s competitive success) yang sangat konsekuen diterapkan, khususnya oleh perusahaan-perusahaan jepang atau yang berbasis filosofi ini.

Continous improvement (CI) dari konteksnya tentu saja merupakan sebuah proses dan merupakan bagian dari total equity management(TQM), yang sangat populer di era 90an dalam angka menuju equity excellence  (QE). Sampai kapan pun continous improvement (CI) diperlukan unuk dapat mempertahankan dan mengembangkan perusahaan.

Apa yang kita pikir terbaik hari ini belum tentu selamanya  dianggap terbaik, demikian pula apa yang kita pikir terbaik secara internal merupakan terbaik secara eksternal. Kita tidak boleh cukup puas dengan kondisi “good” ataupun “better” namun harus “the best” karena konsumen akan selalu memilih tang terbaik (the best). Ada dua aspek yang memerlukan CI.

Pertama, produk atau layanan (lebih kuat, lebih ringan, lebih enak, lebih cepat atau lebih lambat atau lainnya yang berkisar di antara lebih efektif dan/atau lebih efisien serta lebih fleksible) yang merupakan output dari rangkaian proses jadi atau siap pakai. Kedua, proses.

Pada tingkat produksi maupun pada supply chain (logistik) secara menyeluruh. Output sebagai hasil CI bukan saja bersiafat kuantitatif yang dapat diukur namun juga bersifat kualitatif yang dapat dirasakan. Apa yang menjadi dasar dari CI ? pertama, mengacu kepada permintaan konsumen atau pemakai

Kedua, mengacu kepada pesaing yang menjadi market leader jika perusahaan kita di tempat atau posisi kedua, ketiga dan seterusnya, ataupun sebaliknya jika produk kita merupakan market leader, kita dapat mengacu kepada diri sendiri dengan melihat faktor kemampuan internal dan perubahan atau perkembangan yang terjadi di pasar, dan melakukan perbaikan.

Proses itu disebut benchmarking. Beberapa teknik yang biasa diterapkan antara lain brainstorming dan problem solving (antara lain fisb one diagram), yang merupakan peralatan standar dalam quality management. Banyak perusahaan yang enggan melakukan CI, dengan berbagai alasan dan motif.

Pertama, mereka berpikir bahwa untuk melakukan CI memerlukan biaya yang mahal dan belum tentu dapat kembali dalam jangka waktu singkat padahal pada kenyataannya tidak selalu demikian. Mahal mungkin namun menjadi relatif jika CI menghasilkan sebuah breakthrough (terobosan) sebuah inovasi apalagi yang dapat dipatenkan, maka biaya investasi CI akan kembali dalam waktu yang singkat.

Kedua, berpikir bahwa hasil yang dihasilkan CI tidak cukup mengangkat penjualan, dalam pengertian keaikan penjualan tidak cukup signifikan karena pasar telah jenuh atau secara industri sedang declining, menurun tajam, satu dan lain mungkin karena teknologi telah berubah dari kuno yang serba lambat menjadi modern yang serba cepat, instan dan kilat.

Ketiga, karena merasa diri sudah menjadi market leader, apalagi jenjang atau gap dengan nomor dua sangat jauh dan mendorong untuk berpikir melakukan CI sebuah kesia-siaan dan pemborosan. Statusquo sering kali menjadi faktor sebuah kemunduran jika dunia sekeliling kita berubah.

Continous inprovement, bukan hanya berupa proses seperti disinggung diatas, tetapi juga menjadi filosofi bahkan harus dijadikan bagian dari budaya perusahaan (corporate culture) yang berlaku dan diterapkan dari mulai tingkat pimpinan tertinggi, sampai tingkat operator di paling bawah atau digaris depan.

Dari uraian diatas maka yang perlu dipikirkan adalah bahwa CI tetap diperlukan bahkan merupakan sebuah keharusan jika kita ingin mempertahankan dan mengembangkan perusahaan dengan cara mempertahankan dan merebut pangsa pasar, namun CI harus lebih ditingkatkan dengan output yang merupakan sebuah inovasi, terobosan.

Walau CI sendiri cenderung bersifat evolusi namun dengan perkembangan teknologi tidaklah mustahil untuk menciptakan revolusi sementara kita melakukan proses CI. Pengetahuan akan memungkinkan kita memperoleh hasil yang maksimal melalui CI yang kita terapkan.

OPINI : Secara garis besar bahwa startegi CI sangat bagus degan inovasi dan terobosan yang akan dibuat. Para pengguna strategi tersebut juga harus melakukan riset kepada pangsa pasar, karena pangsa pasar akan selalu berubah-ubah. Jika para pengguna strategi tersebut melakukan riset atau review maka akan dapat diyakini bahwa strategi tersebut dapat bertahan lama, atau bahkan bisa menjadi perusahaan terbaik.



SUMBER : http://m.okezone.com/read/2011/06/24/23/472155 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar